Mengenang Sejarah Lapangan Dengan Latar Belakang Masjid Agung Kota Lubuklinggau
Lubuklinggau, – Sedikit mengingatkan dan membuka sejarah lubuklinggau-Musi Rawas di zaman penjajahan belanda dan jepang di awal tahun 1925-1949, Mengapa Lubuklinggau sangat melekat di hati masyarakat dan dalam sejarah perjuangan di pulau sumatera.Karena letaknya yang sangat strategis berada di wilayah sumatera bagian selatan, sebelah utara propinsi Jambi, Sebelah selatan Kabupaten Lahat menuju propinsi lampung, sebelah Barat Propinsi Bengkulu dan sebelah Timur berbatasan dengan Muara Enim dan Musi Banyuasin menuju Kota Palembang.
Dari itulah Kota Lubuklinggau dikatakan daerah strategis yang di yakini sebagai sentral basis perlawanan melawan penjajah. Adapun sebagai saksi bisu dari peristiwa tersebut yang dapat kita lihat dari gedung Sub Koss Garuda di Lapangan Merdeka Lubuklinggau. Bahkan Gubenur Militer wilayah sumatera Dr.AK Gani yang sekarang namanaya di abadikan sebagai Rumah Sakit TNI di Benteng Kuto Besak Palembang.
Yang menjadikan Gedung Sub Koss (Sub Komando Sumatera Selatan) sebagai tempat mengatur Strategi melawan penjajah.
Betapa pentingnya Gedung Perjuangan yang berlokasi di belakang Lapangan Merdeka dan Monumen Perjuangan 45 di lubuklinggau. Yang mengisahkan dari awal perlawanan terbesar di palembang, pertempuran 5 hari 5 malam dari tanggal 1-5 Juni 1947. Namun pasukan Indonesia saat itu terdesak dan terpaksa mundur sejauh 20 km dari palembang ke arah payakabung.
Jendral Soekardjo Hardjo Wardoyo menyusun perlawanan dari desa tersebut dan letkol Simbolon menempatkan basis Pasukan di kota Lahat yang kemudian membagi pasukan menjadi beberapa Brigade yaitu Palembang Brigade Garuda Merah, Bengkulu Brigade Garuda emas, Jambi Brigade Garudah Putih, dan Lampung Brigade Garuda Hitam.
Namun pecahan dari Brigade Garuda Merah Palembang menjadi Brigade Garuda Dempo,Yang melakukan perlawanan dari daerah Pagaralam dan sekitarnya di pimpin pasukan oleh Letkol Hasan Kasim, Dan yang memimpin Brigade Garuda Emas Buchori Harun Komandan Pleton 1 Kompi 206.
Pada hari Minggu tanggal 11 Desember 1949 sekitar jam 10;00 Garuda Emas berhasil merebut kota Curup dari tangan penjajah Belanda. Dan Gedung Sub Koss di Belakang Lapangan Merdeka di gunakan sebagai basis pengaturan Srategi 4 Keresidenan, Di tahun 1947-1949. Sementara Perlawanan Rakyat Musi Rawas di masa revolusi terjadi di daerah Maur, Batu Kuning, Dusun Linggau dan daerah lainnya. Dengan sistem peperangan belum terkoodinir yang bersifat perlawanan berkelompok.
Di tahun 1945 baru ada koordinasi dan membentuk BPRI (Barisan Pelopor Republik Indonesia), di bulan otober 1945 berubah menjadi BKR (Barisan Keamanan Rakyat) berubah lagi menjadi TKR (Tentara Keamanan rakyat) dan sampai akhirnya menjadi TNI (Tentara Nasional Indonesia) Yang di pelopori dari perlawanan opsir Gibun Sulaiman Amin, Onder Opsir Nur Amin, Duluk dan Ahmad Gundik, Menurut Gaffar sesepu angkatan 45 berperinsip mati satu tumbuh seribu yang membuat penjajah kewalahan dalam peperangan. Sedikitnya dalam satu hari 60 pejuang yang gugur di medan perang dan di kebumikan secara massal di depan Rumah Sakit Umum yang sekarang sebelum di pindahkan ke Taman Makam Pahlawan Satria Bukit Sulap.
Gaffar Membenarkan Gedung Sub Koss dan Lapangan Merdeka merupakan basis bagi panglima perang 4 keresidenan yang guna membahas perlawanan bagi para penjajah bangsa indonesia. Setelah bertemu 4 keresidenan di gedung Sub Koss Yang di pimpin panglima perang teritorial 2 sriwijaya Bambang Utoyo di dampingi Ibnu Sutowo yang munculah ide pembuatan mata uang sementara (Duit Darurat) guna mempertahankan daerah masing-masing. Perlawanan terbesar di kabupaten Musi Rawas mulai dari Muara Saling, kota Padang, Muara Kati dan Muara Beliti.
Namun pusat pertempuran berada di daerah terawas dan rupit, Aksi perlawananpun terjadi di Tugu Mulyo yang memimpin pasukan di Kota Lubuklinggau Kapten Saroingsong. Pertempuran terbesar terjadi tahun 1948-1949 di pimpin komandan pleton Serma Zaini Kapri dan di Muara Kati di pimpin Goffar Sulaiman Amin dan Nuraimin. (Sumber dari Sejarawan Suwandi tahun 2003 dan Sriwijaya Post tahun 2002).
Di depan teras kaki lima kantor Bupati di Lubuk Linggau itu Ir. Sukarno berpidato bahwa di tahun 1970 akan berdiri pemancar mescuar di atas bukit sulap. Dan sekarang peninggalan sejarah lapangan merdeka yang dulu namanya Squer City (Lapangan Kota)
Dan jika di pandang dari UU No 5 tahun 1992 tentang mengatur atas ketegasan dan kepastian hukum terhadap benda cagar budaya dan peninggalan sejarah. Serta UU No 10 tahun 2009 Pasal 27 ayat 1 dan 2 serta UUD no 4 tahun 1982 dan UUD No 9 tahun 1990 serta pasal 32 UUD 1945 dan Pasal 64 ayat 1 menambahkan barang siapa dengan sengaja merusak dan menghilangkan, memindahkan, memusnakan daya tarik wisata yang di tetapkan pemerintah/pemerintah daerah.(*)